13 Juli 2007

Carilah Cheng Ho sampai ke Warung ‘’Ngosek’’

DALAM banyak catatan, Cheng Ho singgah di Bandar Tuban sebelum ke keraton Majapahit. Tapi di Tuban sebelah mana dia dan awak kapalnya bersauh? Lalu mengapa nama Dampo Awang, tokoh legendaris yang konon mengiringi Cheng Ho, begitu kondang di wilayah pantura timur dari Semarang hingga Tuban?
Dengan semangat mencari jejak-jejak Cheng Ho di wilayah tersebut, saya dan beberapa orang (Mas Soesiswo, Triyanto Triwikromo, Budi Maryono, dan Irawan A Aryanto) berangkat pagi-pagi. Di kelenteng Juwana, kami berhenti dan bertanya pada salah seorang biokong (penjaga kelenteng) apakah ada cerita Cheng Ho di situ.
‘’Ndak ada. Cheng Ho ya di Semarang di kelenteng Sam Po Kong itu.’’
Alasan perhentian di Juwana berasal dari asumsi bahwa daerah tersebut, khususnya sekitar kelenteng dulunya juga sebuah bandar tempat orang-orang China berdatangan dan bermukim di situ.
Perjalanan dilanjutkan dan kami berhenti di kelenteng Rembang. Perhentian kali ini pun dengan asumsi Dampo Awang adalah nama yang sangat kondang di kota tersebut sampai-sampai misalnya PSIR (klub sepak bola) dijuluki Laskar Dampo Awang. Siapa tahu kekondangan sang Dampo itu meninggalkan jejak Cheng Ho yang lagi kami cari.
‘’Lha saya ndak tahu. Masyarakat da sini juga ndak tahu Cheng Ho.’’
Lalu kami melaju dan berniat tak lagi berhenti hingga Tuban. Sampai di Tuban, kami ke Kwan Sing Bio, kelenteng bagus dan megah di Kota Ranggalawe tersebut. Tak ada cerita tentang Cheng Ho di situ. Kami sempat sedikit frustrasi. Lalu dari diskusi kecil, sembari membayangkan bahwa pendaratan Cheng Ho pastilah di sebuah bandar, sebuah pelabuhan, kami memutuskan pergi ke tempat itu. Agak kecewa juga ketika diberitahu seseorang bahwa pelabuhan itu hanyalah tempat bersauhnya perahu-perahu nelayan setempat.
Setelah rehat sejenak dan salat duhur, kami ke pelabuhan. Kami langsung menuju bekas dermaga yang sudah rusak parah. Di situkah dulu, enam ratus tahun lalu, Sang Laksamana menginjakkan kaki ke Tanah Jawa?
Tak ada orang yang bisa dimintai cerita. Kami sudah berniat pulang. Lalu saya bertemu dengan seorang pencari udang rebon. ‘’Sampeyan tahu Cheng Ho atau Dampo Awang?’’
Lelaki itu antusias bercerita. ‘’Itu di sana ada Sumur Srumbung. Ceritanya dulu di sini banyak pedagang China dan salah satunya Dampo Awang. Tapi Kanjeng Sunan Bonang tak suka dengan mereka. Karena marah, Kanjeng Sunan memukul tanah dengan tongkatnya hingga keluar air yang kini jadi Sumur Brumbung. Dampo Awang yang kalah sakti minta ampun sampai menciumi kaki Kanjeng Sunan sambil berseru-seru menghiba. Dari seru-seru ambung itu sumurnya dinamakan Srumbung.’’
Aha, sebuah cerita. Dia memberi petunjuk ke arah sumur itu yang letaknya tak jauh dari pelabuhan tersebut. Lewat Jalan Sumur Srumbung, kami sampai di lokasi. Begitu banyak orang pada hunian berdesak-desakan di pinggir laut itu. Tapi Juru Kunci Sumur Srumbung tak tahu menahu legenda yang tersimpan pada sumur yang dijaganya itu.
Dengan penuh keramahan beberapa orang menerima kami. Seseorang yang sudah tua segera bercerita mengenai sumur itu. Ceritanya agak berbeda dengan lelaki pencari udang rebon itu. Dia bilang Kanjeng Sunan Bonang itu tak terkait langsung dengan Dampo Awang.
Kami semakin bingung. Lalu datanglah seorang lelaki yang cukup muda. Priyadi namanya. 40 tahun usianya. Dia dikenal sebagai juru cerita setiap kali ada orang yang datang mencari kisah mengenai Sumur Srumbung plus Dampo Awang plus keramik-keramik China yang hingga kini masih terus dicari di pinggiran Laut Tuban.
Cerita Priyadi agak sama dengan milik lelaki pencari udang tadi. Paling menarik dari cerita dia dalah bahwa Dampo Awang dan Sam Po Kong alias Cheng Ho itu orang yang sama. (Nah, unik benar kan kisah legenda itu?)

***
''SAMPAIi di perairan Tuban, Kapal-kapal orang China terempas badai. Kapal-kapal itu karam. Padahal banyak benda berharga di dalamnya. Makanya sejak tahun 1976, kami terus mencari keramik-keramik China itu. Sampai sekarang masih saja ada orang yang menemukan. Wah harganya mahal,’’ ujar Priyadi.
Lelaki itu berhenti sejenak, lalu, ‘’hanya ada satu orang yang selamat. Dampo Awang namanya. Karena dia orang sakti, dia bisa selamat dan berenang sampai pantai. Di pantai dia bertemu dengan seorang tua yang sedang memancing. Dia tak tahu kalau itu Sunan Bonang. Kanjeng Sunan memang suka mancing. Lalu mereka bertanya-jawab. Kanjeng Sunan bertanya pada Dampo Awang. Dia bercerita bahwa dirinya dari China bersama banyak orang tapi kapalnya terempas badai. Hanya dia yang selamat. Tapi yang membuat hati Dampo Awang gundah adalah hilangnya kitab milik dia yang konon diberikan oleh guru dia di China.
‘’Kanjeng Sunan hanya tersenyum. Lalu Dampo Awang menanyakan jati diri lelaki tua pemancing itu. Kanjeng Sunan menjawab bahwa dirinya hanyalah orang biasa yang memang suka memancing. Tanpa sepengetahuan Dampo Awang, Kanjeng Sunan menetakkan tongkatnya ke tanah dan dari tanah itu keluarlah air beserta kitab milik Dampo Awang. Lelaki China itu takjub alang kepalang. Dia menerima kitab yang disodorkan Kanjeng Sunan. Air yang memancar dari tetakan tongkat itu kini disebut Sumur Srumbung. Dan setelah mengucapkan terima kasih, Dampo Awang berlalu. Dia bilang mau melanjutkan perjalanan darat ke arah Barat. Dia sampai di Pati dan ketemu Sunan Muria. Kalau Kisah Gunungrowo di Pati, saya ndak tak tahu.’’
Priyadi selesai bercerita. Lalu saya tanya, ‘’Apa Dampo Awang cukup terkenal di sini?’’
‘’Wah, ya ceritanya cuma begitu. Kalau di sini yang terkenal Kanjeng Sunan Bonang.’’(*)

g Saroni Asikin
* Dimuat dalam Suplemen Cheng Ho Suara Merdeka, Agustus 2005

4 komentar:

still me mengatakan...

anya saya coppy ya... soalnya mw dibuat laporan...

tapi bisa dibuat lebih lengkap lagi nggak???

BATIK TINAMPI Klaten mengatakan...

Konon di Bayat Klaten ada makam Dampo Awang / Sam Pho Kong. Tepatnya diluar Gedong Inten. Gedong tsbt adl tempat dimana makam Sunan Pandanaran berada. Itu cerita yg beredar disekitar makam Sunan Pandanaran. Makam/kijing Dampo Awang tersebut sangat panjang, beda dgn kijing2 pd umumnya. Pada makam tersebut, atas ijin Allah, saya dapet-pinjem tasbih hijau, yg mana pernah sy tanyakan ke ahli batuan permata, adalah berbahan Imperial Jade (giok kerajaan)
Dampo Awang sampai ke Bayat krn mengikuti S. Pandanaran.

BATIK TINAMPI Klaten mengatakan...

Sunan Pandanaran adl menantu bupati Semarang. Konon S. Pandanaran adl Brawijaya terakhir. Krn mnjd muslim dan jd murid S. Kalijaga, maka kemampuan KEDUNIAWIAN beliau yg spektakuler spt kemampuan Moksa jd luntur. Krn sungguh2 mjd muslim maka kenal dg sangkan paraning dumadi, Asal dan arah-tujuan hidup manusia.

BATIK TINAMPI Klaten mengatakan...

Ceng Ho yg mendapat gelar Sam Pho Kong, orang terpenting ketiga dlm kekaisaran Cina; stlh kaisar dan putra mahkota.
Teka-teki kedatanganya bersama armadanya yg konon ratusan kapal, sampai 7-8 kali ke nusantara, blm terjawab sampai sekarang. Ada asumsi bhw mengejar buronan ke Palembang. Tp ada jg asumsi bhw utk show of force ke armada Majapahit. Tp yg pasti, Ceng Ho yg muslim, Wali Songo, semua Wali-Sunan sangat berjasa dlm menyebarkan Islam. Menuntun manusia kenal Allah, tuhan yg samasekali beda dg makhluk.